Bab Kewajiban Menaati Para Pemimpin dalam Ketaatan dan Larangan dalam Kemaksiatan
وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَرَّادٍ الأَشْعَرِيُّ، وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالُوا حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ إِنَّ خَلِيلِي أَوْصَانِي أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيعَ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا مُجَدَّعَ الأَطْرَافِ .
Diriwayatkan dari Abu Dharr yang berkata: Temanku (yaitu Nabi yang mulia) menasihatiku untuk mendengarkan (kepada orang yang memiliki kekuasaan) dan menaati (dia) meskipun dia seorang budak yang terpotong (dan cacat).
☝️ Salin kutipan hadits diatasDonasi operasional website
Rp 10,000
Rp 30,000
Rp 50,000
Rp 100,000
Rp 1,000,000
“Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rizki yang terbaik.” (QS. Saba’/34: 39)
